Senin, 21 Maret 2011

Tatto

Tato berasal dari bahasa Tahiti “tatu” yang konon artinya tanda. Walaupun bukti-bukti sejarah tato ini tidak begitu banyak, tetapi para ahli mengambil kesimpulan bahwa seni tato ini udah ada sejak 12.000 tahun SM. Jaman dahulu tato semacam ritual bagi suku-suku kuno seperti Maori, Inca, Ainu, Polynesians, dll. Menurut sejarah, bangsa Mesir-lah yang jadi biang perkembangan tato di dunia. Bangsa Mesir kan dikenal sebagai bangsa yang terkenal kuat, jadi karena ekspansi mereka terhadap bangsa-bangsa lain, seni tato ini juga ikut-ikutan menyebar luas, seperti ke daerah Yunani, Persia, dan Arab.

Apa alasan bagi suku-suku kuno di dunia membuat tato? Bangsa Yunani kuno memakai tato sebagai tanda pengenal para anggota dari badan intelijen mereka, alias mata-mata perang pada saat itu. Di sini tato menunjukan pangkat dari si mata-mata tersebut. berbeda dengan bangsa Romawi, mereka memakai tato sebagai tanda bahwa seseorang itu berasal dari golongan budak, dan Tato juga dirajahi ke setiap tubuh para tahanannya. Suku Maori di New Zealand membuat Tato berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di Kepulauan Solomon, Tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti di atas, orang-orang Suku Nuer di Sudan memakai Tato untuk menandai ritus inisiasi pada anak laki-laki. Orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu.

Tato alias Wen Shen atau Rajah mulai merambahi negara Cina sekitar taon 2000 SM. Wen Shen konon artinya “akupunktur badan”. perlu diketahui, sama seperti bangsa Romawi, bangsa Cina kuno memakai tato untuk menandakan bahwa seseorang pernah dipenjara. Sementara di Tiongkok sendiri, budaya tato terdapat pada beberapa etnis minoritasnya, yang telah diwarisi oleh nenek moyang mereka, seperti etnis Drung, Dai, dan Li, namun hanya para wanita yang berasal dari etnis Li dan Drung yang memilik kebiasaan mentato wajahnya. Riwayat adat-istiadat Tato etnis Drung ini muncul sekitar akhir masa Kedinastian Kaisar Ming (sekitar 350 tahun yang lalu), ketika itu mereka diserang oleh sekelompok grup etnis lainnya dan pada saat itu mereka menangkapi beberapa wanita dari etnis Drung untuk dijadikan sebagai budak. Demi menghindari terjadinya perkosaan, para wanita tersebut kemudian mentato wajah mereka untuk membuat mereka kelihatan kurang menarik di mata sang penculik. Meskipun kini para wanita dari etnis minoritas Drung ini tidak lagi dalam keadaan terancam oleh penyerangan dari etnis minoritas lainnya, namun mereka masih terus mempertahankan adat-istiadat ini sebagai sebuah lambang kekuatan kedewasaan. Para anak gadis dari etnis minoritas Drung mentato wajahnya ketika mereka berusia antara 12 dan 13 tahun sebagai sebuah simbol pendewasaan diri. Ada beberapa penjelasan yang berbeda, mengapa para wanita tersebut mentato wajahnya. Sebagian orang mengatakan, bahwa warga etnis Drung menganggap wanita bertato terlihat lebih cantik dan para kaum Adam etnis Drung tidak akan menikahi seorang wanita yang tidak memiliki Tato di wajahnya. Di Indonesia Orang-orang Mentawai di kepulauan Mentawai, suku Dayak di Kalimantan, dan suku Sumba di NTB, sudah mengenal tato sejak jaman dulu. Bahkan bagi suku Dayak, seseorang yang berhasil “memenggal kepala” musuhnya, dia mendapat tato di tangannya. Begitu juga dengan suku Mentawai, tato-nya Tidak dibuat sembarangan. Sebelum pembuatan tato dilaksanakan, ada Panen Enegaf alias upacara inisiasi yang dilakukan di Puturkaf Uma (galeri rumah tradisional suku Mentawai). Upacara ini dipimpin oleh Sikerei (dukun). Setelah upacara ini selesai, barulah proses Tato-nya dilaksanakan.



AWALNYA, bahan untuk membuat Tato berasal dari arang tempurung yang dicampur dengan air tebu. Alat-alat yang digunakan masih sangat tradisional. Seperti tangkai kayu, jarum dan pemukul dari batang. Orang-orang pedalaman masih menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional. Orang-orang Eskimo misalnya, memakai jarum yang terbuat dari tulang binatang. Di kuil-kuil Shaolin menggunakan gentong tembaga yang dipanaskan untuk mencetak gambar tato naga pada kulit tubih. Murid-murid Shaolin yang dianggap memenuhi syarat untuk mendapatkan simbol itu, dengan menempelkan kedua lengan mereka pada semacam cetakan gambar naga yang ada di kedua sisi gentong tembaga panas itu. Jauh berbeda dengan sekarang. Saat ini, terutama di kalangan masyarakat perkotaan, pembuatan Tato dilakukan dengan mesin elektrik. Mesin ini ditemukan pada tahun 1891 di Inggris. Kemudian zat pewarnanya menggunakan tinta sintetis.

Tato memiliki sesuatu yang sangat penting dalam suatu ritual atau tradisi. Di Borneo misalnya, para wanita menato dirinya sebagai simbol yang menunjukkan keahlian khusus mereka. Suku Maori di New Zealand membuat tato yang berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di Kepulauan Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti di atas, orang-orang Suku Nuer di Sudan memakai tato untuk menandai ritus inisiasi pada anak laki-laki. Orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau menunjukkan status sosial tertentu.
Sementara itu, di Indonesia, pernah ada masa-masa ketika tato dianggap sebagai sesuatu yang dianggap momok. Setiap orang yang memakai tato dianggap identik dengan penjahat, rampok, gali, dan orang nakal. Anggapan negatif seperti ini secara tidak langsung mendapat "pengesahan" di berbagai kota di Indonesia.
Brita L. Miklouho-Maklai dalam tulisannya "Menguak Luka Masyarakat", menyebutkan bahwa para penjahat kambuhan itu kebanyakan diidentifikasi melalui tato, untuk kemudian ditembak secara rahasia, lalu mayatnya ditaruh dalam karung dan dibuang di sembarang tempat seperti sampah. Padahal, tidak semua orang bertato itu penjahat. Tetapi, mengapa sampai terjadi adanya generalisasi seperti itu? Sayangnya belum ada penelitian mendalam yang bisa menguak pergeseran makna tato dari ukiran dekoratif sebagi penghias tubuh menjadi tanda cap bagi para penjahat.
Sebelum tato dianggap sebagai sesuatu yang trendi dan fashionable seperti sekarang ini, tato memang dekat dengan budaya pemberontakan. Anggapan negatif masyarakat tentang tato dan larangan memakai rajah atau tato bagi penganut agama tertentu semakin menyempurnakan image tato sebagai sesuatu yang dilarang dan haram. Oleh karena itu, memakai tato sama dengan memberontak terhadap tatanan nilai sosial dan agama yang ada.
WALAU dulu tato dianggap hal yang tabu dan jelek, sekarang ini tato dianggap sebagai sesuatu yang modis dan trendi. Tato tai lalat, tato untuk memerahkan bibir, tato alis sampai tato gambar "yang memindahkan canvas lukis" ke seluruh badan. Bahkan, para peminatnya kini bukan hanya pada kalangan biasa atau pada orang-orang iseng yang ingin gagah-gagahan. Para artis pun kini banyak yang menggunakan tato sebagai aksesori. Sebut saja beberapa artis seperti Andi /rif, presenter beken Jodi dan penyanyi cantik Nafa Urbach. Ini menunjukkan bahwa tato dewasa ini sudah menjadi tren yang dianggap wajar di masyarakat. Selain dijadikan sebagai wahana berekspresi untuk seniman tatonya.
Banyak para seniman tato yang eksis dengan hasil karyanya. "Saya beserta rekan, ingin lebih memasyarakatkan tato sebagai sebuah karya seni," ujar seniman tato Kota Bandung, Yusephtia Soewardi.



Untuk pencapaian hasil gambar yang sempurna, pria yang akrab disapa Kent-Kent ini tidak tanggung-tanggung menggunakan bahan tinta Intenze produk Austria untuk tatonya. Berbeda dengan tinta biasa, tinta Intenze konon mengandung antibiotik yang bisa mencegah kanker kulit, selain pilihan warnanya yang bervariasi mencapai 53 warna berbeda. Hal ini didukung pula dengan keunggulan mesin tatonya yang sengaja ia pesan langsung dari Amerika. Sudah dapat dipastikan, hasil gambarnya menjadi lebih bagus dan sempurna.
Meski pada awalnya Kent-Kent pernah menggeluti "tato penjara" yang penggarapannya dilakukan secara asal, belakangan Kent-Kent mengubah image negatif tentang tato dengan memberlakukan aturan-aturan tertentu untuk proses pembuatan tatonya. Misalnya dengan pemilihan motif tato yang disesuaikan dengan warna kulit klien, sampai pada tahap penjagaan kesehatan dari mulai pemakaian sarung tangan plastik, hingga sterilisasi pada media tato dengan menggunakan alkohol.
Seni tato pun ternyata mengenal berbagai macam aliran. Menurut Kent-Kent di dalam seni tato diklasifikasikan menjadi 6 bagian, yaitu:
1. Natural, berbagai macam gambar tato berupa pemandangan alam atau bentuk muka.
2. Treeball, merupakan serangkaian gambar yang dibuat menggunakan blok warna. Tato ini banyak dipakai oleh suku Mauri.
3. Outschool, tato yang dibuat berupa gambar-gambar zaman dulu, seperti perahu, jangkar atau simbol love yang tertusuk pisau.
4. Newschool, gambarnya cenderung mengarah ke bentuk grafiti dan anime.
5. Biomekanic, berupa gambar aneh yang merupakan imajinasi dari teknologi, seperti gambar robot, mesin, dll.
Nuansa tato yang kian beraneka ragam ini, semakin menambah maraknya dunia tato dan penggemarnya yang secara tidak langsung akan membuat image masyarakat tentang tato menjadi lebih baik, tidak dipandang sesuatu yang tabu lagi. Ini sebagai gambaran kondisi keadaan zaman yang melahirkan konstruksi yang berbeda dari zaman ke zaman. Dulu dianggap buruk, sekarang tato dianggap sebagi sesuatu yang modern. Kalau era ini berakhir, bukan hal yang mustahil kalau tato bisa dianggap sebagai penunjukan "status kelas sosial".

























0 komentar:

Posting Komentar