“Awal tahun 2000, sewaktu datang ke Medan, saya cuma berbekal ilmu tato. Awalnya agak sulit memperkenalkan tato di Medan. Saya harus turun ke jalan-jalan, tawarkan ke emperan-emperan toko sampai ke kampus-kampus,” ujar cowok asal
Jawa Timur ini.
Selama tiga tahun, Bimo mengenalkan tato di jalanan Kota Medan. Selama itu pula, ia belajar karakter bertato anak Medan. “Di Medan, semua aliran ada. Tapi dulu, anak Medan lebih suka alirantribal. Kalau saya anjurkan Japanese style aja karena full color. Kalau tribal monoton, itu-itu aja, nggak ada variasi warna,” cerita Bimo.
Sekira tahun 2004, perjuangan Bimo memperkenalkan tato kepada anak-anak Medan mulai menunjukkan hasil. Ia membuka sebuah studio kecil di pinggir Jalan Jamin Ginting, nggak jauh dari Kompleks Pamen, Padang Bulan. Doctor Tattoo Studio menjadi bukti bahwa pandangan orang Medan tentang tato udah mulai bagus.
Sekarang, bisnisnya udah semakin besar. Bimo udah bisa membuka Fat Boy Tattoo Studio di Lantai III Nomor 129 Plaza Medan Fair yang udah beroperasi sejak sebulan yang lalu. Padahal dulu, Bimo mengaku hanya iseng menekuni dunia tato. Sekira tahun 1997, ia mulai suka mentato tubuh sendiri. Karena semakin tertarik, Bimo pun belajar secara otodidak dari teman-temannya. “Tato ini hasil karya seni yang betul-betul perfect. Makanya saya tertarik,” tutur Bimo yang juga pernah belajar dengan seniman tato di Tanjung Pinang dan Batam, Kepulauan Riau.
Banyak aliran
Aliran tribal hanya berbentuk garis-garis seperti ornamen-ornamen tertentu. Bimo yang memang lebih menguasai aliran Japanese style, lebih tertarik dengan tato yang variatif danngejreng. Selain itu, juga ada aliran gothic, mourin, atau aliranrealis yang bergambar wajah manusia serta aliran biomechanicaldengan gambar seperti kulit yang sobek dan memperlihatkan urat-uratnya. ‘Pasiennya’ memang kebanyakan etnis Tionghoa di Kota Medan. Pastinya, mereka lebih menyukai Japanese style, sesuai dengan aliran Bimo. Pun juga nggak sembarangan, minimal berusia 18-19 tahun. “Kalau masih anak-anak tidak bisa menahan sakit, karena bikin tato itu sakit. Juga harus betul-betul yakin karena menghilangkannya lebih mahal daripada membuatnya,” ujar Bimo.
Meski saat ini, perkembangan seni tato di Bali dan Bandung jauh lebih pesat, namun bagi Bimo peminat di Medan juga udah mulai berkembang. Tato tidak lagi dianggap sebagai hal yang negatif. Malah sebaliknya, tato sudah menjadi salah satu bagian darifashion, selain juga ada orang yang ternyata menggunakan tato sebagai penutup luka.
Biaya untuk tato ini biasanya berkisar antara Rp 350 ribu hingga jutaan rupiah. Biaya paling mahal adalah untuk cover-up alias memperbaharui tato lama menjadi model baru. Biasanya bisa mencapai Rp 1,3 juta. Namun, untuk para pelanggan, terkadang Bimo memberikan diskon 20-30%.
Sedangkan untuk proses, biasanya memakan waktu hingga 2-3 kali pertemuan, tergantung besarnya gambar yang ingin ditato. Masa penyembuhan biasanya sekira dua minggu. Gimana, tertarik nggak, Sob?
TATO, body painting atau rajah adalah gambar symbol pada kulit tubuh yang di ukir dengan menggunakan alat sejenis jarum. Biasanya gambar dan symbol itu di hias dengan pigmen berwarna-warni. Zaman dulu, orang-orang masih menggunakan teknik manual dan dari bahan-bahan tradisional untuk menato seseorang. Orang-orang Eskimo misalnya, memakai jarum dari tulang binatang untuk proses pembuatan rajahnya. Di kuil-kuil Shaolin malah memakai gentong tembaga yang panas untuk mencetak gambit Naga pada kulit tubuh. Murid-murid Shaolin yang dianggap memenuhi syarat untuk mendapatkan symbol itu kemudian menempelkan kedua lengan mereka pada semacam cetakan gambar Naga yang ada di kedua sisi gentong tembaga pansa itu.
Konon, menurut sejarahnya, tato pada awalnya ditemukan di Egypt pada waktu pembangunan The Great Pyramids, dan saat orang-orang Egypt memperluas kerajaan mereka, seni dari tato pun ikut menyebar. Perkembangan peradaban dari Crete, Yunani, Persia, dan Arabia semakin memperluas bentuk seni tersebut. Sekira 2000 SM, seni tato menyebar ke Cina.
Kata tattoo berasal dari Tahitian, “tatu” yang berarti “ untuk menandakan sesuatu”. Maksud dari menato ada bermacam-macam, dari mulai alas an kebudayaan sampai sesuatu yang dianggap modis dan trnsi. Tato memiliki sesuatu yang sngat penting dalam sesuatu ritual atau tradisi. Di Borneo misalnya, para wanita menato dirinya sebagai symbol yang menunjukan keahlian khusus mereka. Suku Maori di New Zealand membuat tato yang berbentuk ukiran-ukiran spiral pada wajah dan pantat. Menurut mereka, ini adalah tanda bagi keturunan yang baik. Di kepulauan Solomon, tato ditorehkan di wajah perempuan sebagai ritus untuk menandai tahapan baru dalam kehidupan mereka. Hampir sama seperti diatas, orang-orang Nuer di Sudan memakai tato untuk menandai ritus inisiasi pada anak laki-laki. Orang-orang Indian melukis tubuh dan mengukir kulit mereka untuk menambah kecantikan atau menunjukan status sosial tertentu.
Sementara itu, di Indonesia, pernah ada masa-masa ketika tato dianggap sebagai sesuatu yang dianggap momok. Setiap oaring yang memakai tato dianggap identik dengan penjahat, rampok, gali, dan orang nakal. Anggapan negative seperti ini secara tidak langsung mendapat “pengesahan” di berbagai kota di Indonesia.
Brita L. Miklouho-Maklai dalam tulisannya “Menguak Luka Masyarakat”, menyebutkan bahwa para penjahat kambuhan itu kebanyakan diidenfikasi melalui tato, untuk kemudian ditembak secara rahasia, lalu mayatnya ditaruh dalam karung dan dibuang disembarang tempat seperti sampah. PAdahal, tidak semua orang bertato itu penjahat. Tetapi, mengapa sampai terjadi adanya generalisasi seperti? Sayangnya belum ada penelitian mendalam yang bisa menguak pergeseran makna tato dari ukiran dekoratif sebagai penghias tubuh menjadi tanda cap bagi para penjahat.
Sebelum tato dianggap sebagai sesuatu yang trendi dan fashionable seperti sekarang ini, tato memang dekat dengan budaya pemberontakan. Anggapan negative masyarakat tentang tato dan larangan memakai rajahatau tato bagi penganut agama tertentu semakin meyempurnakan image tato sebgai sesuatu yang dilarang dan haram. Oleh karena itu, memakai tato sama dengan memberontak terhadap tatanan nilai sosial dan agama yang ada.
Kini Menjadi Trendi
Walau dulu tato dianggap hal yang tabu dan jelek, sekarang ini tato dianggap sebagai sesuatu yang modis dan trendi. Tato tai lalat, tato untuk memerahkan bibir, tato alis samapi tato gambar “yang memindahkan canvas lukis” ke seluruh badan. Bahkan, para peminatnya kini bukan hanya pada kalangan biasa atau pada orang-orang iseng yang ingin gagah-gagahan. Para artis kini banyak yang menggunakan tato sebagai aksesori. Sebut saja beberapa artis seperti Andi/rif, presenter beken Jodi dan penyanyi cantik Nafa Urbach. Ini menunjukan bahwa tato dewasa ini menjadi tren yang dianggap wajar di masyarakat. Selain dijadikan sebagai wahana berekspresi untuk seniman tatonya.
Di kalangan penghobi motor besar, tato identik dengan mereka. Simak saja, komunitas bikers Amerika dan Eropa seperti Hell’s Angels, The Pagans, The Outlaws, Bandidos dan lain-lain.
Ekspresi kehidupan serba keras, liar dan bebas menjadi inspirasi mereka untuk menuangkannya ke kulit tubuh. Goresan ini biasanya tentang binatang sangar, wanita atau simbol kebebasan yang diidentikkan burung Elang.
Bagi fanatik tunggangan HD, motif tattoo biasanya berupa blok mesin, logo HD bahkan umpatan terhadap merek motor lain. Keakraban para bikers dengan body painting tidak lepas dari curahan nurani karakter individualnya.
Dengan tattoo, mereka ingin kreatif sekaligus mewujudkan kecintaan terhadap motor kesayangan dan elemen kehidupan bikers yang penuh kebebasan. Tak jarang, T-shirt buntung sengaja dikenakan untuk memamerkan tattoo di lengan mereka.
Menurut tattooist Bandung, Yusepthia Soewardi, kecenderungan motorist dirajah awalnya lebih pada penonjolan identitas diri untuk membangun rasa percaya diri. Sekarang, tattoo lebih banyak mengedepankan unsur seninya. “Motif tengkorak, setan, burung elang banyak dipilih dan dipadu motif treebal model ukiran serba runcing. Warnanya sederhana, berupa blok hitam,” jelas pemilik Kent Tattoo Studio ini. “Para penunggang motor besar condong ke gambar bendera Inggris atau amerika yang dipadu komponen atau mesin motornya. Penempatan tata letak gambarnya pun diproses se serasi mungkin, agar dapat dilihat sebagai karya seni bernilai,” terangnya.
Banyak para seniman tato yang eksis dengan hasil karyanya. “Saya beserta rekan, ingin lebih memasyarakatkan tato sebagai sebuah karya seni,”ujar Kent-Kent.
Untuk pencapaian hasil gambar yang sempurna, ia tidak tanggung-tanggung menggunakan bahan tinta Intenze paroduk Austria untuk tatonya. Berbeda dengan tinta biasa, tinta Intenze kokon mengandung antibiotic yang bisa mencegah kanker kulit, selain pilihan warna yang bervariasi mencapai 53 warna berbeda. Hal ini didukung pula dengan keunggulan mesin tatonya yang sengaja ia pesan langsung dari Amerika. Sudah dapat dipastikan, hasil gambarnya menjadi lebih bagus dan sempurna.
Meski pada awalnya Kent-kent pernah menggeluti “tato penjara” yang penggarapannya dilakukan secara asal, belakangan Kent-kent mengubah image negative tentang tato dengan memberlakukan aturan-aturan tertentu untuk proses pembuatan tatonya. Misalnya dengan pemilihan motif tato yang disesuaikan dengan warna kulit klien, samapai pada tahap penjagaan kesehatan dari mulai pemakaian sarung tangan plastic, hingga sterilisasi pada media tato dengan menggunkan alkohol.
Seni tato pun ternyata mengenal berbagai macam aliaran. Menurut Kent-kent di dalam seni tato diklasifikasikan menjadi 6 bagian, yaitu :
1. Natural, berbagai macam gambar tato berupa pemandangan alam atau bentuk muka
2. Treeball, merupakan serangkaian gambar yang dibuat menggunakan blok warna. Tato ni banyak dipakai oleh suku Maori.
3. Outschool, tato yang dibuat berupa gambar-gambar zaman dulu, seperi perahu jangkar atau simbol yang tertusukl pisau.
4. Newschool, gambarnya cenderung mengarah ke bentuk graffiti dan anime.
5. Biomekanic, berupa gambar aneh yang merupakan imajinasi dari teknologi, seperti gambar robot, mesin dll.
Nuansa tato yang kian beranekaragam ini, semakin menambah maraknya dunia tato dan penggemarnya yang secara tidak langsung akan membuat image masyarakat tentang tato menjadi lebih baik, tidak dipandang sesuatu yang tabu lagi. Ini sebagai gambaran kondisi keadaan zaman yang melahirkan konstruksi yang berbeda dari zaman ke zaman. Dulu dianggap buruk, sekarang tato dianggap sebagai sesuatu yang modern. Kalau era ini berakhir, bukan hal yang mustahil kalau tato bisa dianggap sebagai penunjukan “status kelas sosial”. (Roby Sobardi)